Berita

PECAHIN BASIC LIGHTING WORKSHOP | Dalam Upaya Menjadikan Profesi Penata Cahaya Sebagai Aset Bangsa

Langkah Awal Menuju Jenjang Pendidikan Akademis

daripanggung.com –  Dalam era globalisasi sekarang yang terjadi adalah persaingan akan semakin ketat. Era globalisasi seakan memberikan arus tehnologi dan informasi serta mobilitas Sumber Daya Manusia dari satu tempat ke tempat lain. Salah satu pengembangan SDM yang harus dilakukan adalah melalui pendidikan. Pendidikan sangat penting dalam mengembangkan SDM, karena pengetahuan akan diperoleh salah satunya dengan pendidikan.

Begitupun juga tentang keberadaan profesi penata cahaya di Indonesia. Sebuah profesi yang kebutuhannya di industri sedang berkembang pesat, tetapi tidak diimbangi dengan suplai tenaga kerja yang memadai. Dan malah yang terjadi adalah sebuah fenomena. Bisa dibayangkan, banyak terjadi di beberapa acara-acara besar menuntut untuk yang terlibat adalah seorang Lighting Designer yang bersertifikat. Sedangkan di Indonesia saat ini belum ada satupun badan yang memiliki otoritas untuk mengeluarkan gelar akademis atau sertifikat untuk profesi penata cahaya yang secara resmi diakui.

Lucu memang, tapi fenomena inilah yang coba disikapi positif oleh Iwan Hutapea bersama rekan-rekan komunitas Penata Cahaya Indonesia (Pecahin) melalui sebuah program pelatihan dan pendidikan “PECAHIN Basic Lighting Workshop”.

“Tidak adanya institusi di Indonesia yang menyelenggarakan pendidikan tentang lighting, jadi sangat minim suplai tenaga penata cahaya yang bersertifikat sedangkan kebutuhan marketnya sangat tinggi”, tegas Iwan.

Yoni Wijoyo & Iwan Hutapea

Ia pun mengungkapkan kekawatiran-kekawatiran tentang invasi tenaga kerja asing khususnya bagi tenaga penata cahaya, “Ketidakseimbangan antara supply dan demand dalam profesi lighting designer ini harus segera kita atasi. Karena sebentar lagi kita akan diserbu oleh lighting designer dari luar, terutama dari Singapur. Karena di Singapur banyak sekali lighting designer yang bagus dan  berpendidikan resmi tapi marketnya kecil. Sementara market di Indonesia luas sekali, demand-nya tinggi tetapi expert-nya kurang”.

Pelatihan yang diselenggarakan di Teater Kecil – Taman Ismail Marzuki kemarin ini memang diharapkan dapat menjadi salah satu solusi untuk mengatasi ketimpangan tersebut. Dan menjawab tantangan perihal kebutuhan-kebutuhan badan resmi yang menggelar pendidikan untuk profesi penata cahaya bersertifikat di Indonesia.

Iwan Hutapea yang sehari-hari berprofesi sebagai Lighting Designer dan juga sebagai salah satu pembicara dalam pelatihan ini kemudian menambahkan, “Ini akan menjadi jembatan, sebuah langkah awal untuk menjadi lembaga pendidikan akademis yang resmi untuk penata cahaya di Indonesia, berijazah, diakui dan bertanggung jawab”.

IWAN HUTAPEA : Semua Jalan Berliku, Yang Penting Konsisten

Keinginan untuk membentuk suatu institusi pendidikan bagi tenaga penata cahaya ini tentulah akan menjadi langkah panjang. Harus melakukan banyak studi banding dan kelayakan untuk menyusun suatu kurikulum. Tapi langkah awal dari workshop yang diselenggarakan tanggal 13 – 14 Mei 2019 ini patut di acungi jempol.

Respon positif pun nampak dari kunjungan Clarice Campbell, perwakilan dari TAFE – Victoria, Australia. Suatu badan dari Australia yang bertanggung jawab untuk kerjasama pendidikan, terutama di bidang arts. Dan sejauh ini telah berjalan untuk bidang Sound System di Indonesia.

Ki-Ka: Asthie Wendra, Donie Debirkud, Clarice Campbell, Inyo Tanius Saleh, Yoni Wijoyo

Mengutip dari apa yang di sampaikan oleh Inyo Tanius Saleh, seorang praktisi Audio System dan pemerhati industri kreatif di Indonesia, “Sebenarnya Government to Government belum terlalu terkoneksi, yang berjalan malah Business to Business”.

Inyo Tanius Saleh: “Yang berjalan malah B2B”

Ini yang membuat pihak lembaga pendidikan dari Australia itu terkejut, ketika mengetahui B2B-nya yang lebih terealisasi dan aktif. Untuk itu mereka akan mendukung penuh dan akan menjajaki kerjasama penyelenggaraan Pendidikan Akademis Lighting Engineering berskala Internasional di Indonesia.

Yoni Wijoyo, salah seorang lighting designer yang hadir pada hari itu pun menegaskan, “Profesi Penata Cahaya ini belum ada legitimasi dari pemerintah, dengan kata lain belum seperti profesional lain yang keberadaannya diakui, seperti dokter, pengacara dan lainnya. Tapi secara penghasilan kami terkena pajak. Secara akademis pun juga belum ada badan sebagai penyelenggara pendidikan yang mengeluarkan sertifikat bagi profesi penata cahaya di Indonesia, dan ini perlu diperjuangkan”.

Yoni Wijoyo : Lakukan Semua Dengan Positif, Supaya Energi Yang Mengalir Dari FOH Sampai Panggung Menjadi Positif Semua

“Bukan hanya di Indonesia, bahkan di Amerika dan negara-negara Eropa yang sudah ada penghargaan-penghargaan khusus dalam kategori tertentu untuk penata cahaya, tapi secara profesi-pun belum diakui oleh masyarakat. Kalaupun di anggap sebagai profesi, hanyalah dikatakan sebagai tehnisi. Jadi dengan sekarang ini semakin banyak tenaga penata cahaya yang berkualitas, dan semakin menunjukan hasil karya yang baik, profesi penata cahaya akan lebih mendapat pengakuan dan profesi tersebut akan lebih mendapat tempat yang baik di masyarakat”, demikian Iskandar Loedin menambahkan.

Iskandar Loedin : Kalau ada sekolah formil untuk Lighting Designer, pasti banyak peminatnya

Iskandar Loedin (Senior Lighting Designer)

Ia pun sebagai praktisi, sebagai seorang Senior Lighting Designer yang banyak menghasilkan karya-karya tata cahaya untuk seni pertunjukan di Indonesia kemudian menguraikan lagi, “Bukan hanya penata cahaya saja, semua, sound designer, stage designer, costume designer, dan sebagainya. Terkadang mereka itu kurang dianggap. Kalaupun di anggap, itu hanya seperti given saja. Oh, ada ya Costume Designer, Stage Designer”.

Apapun segala informasi dan tafsiran yang tersusun diatas tentang kebutuhan tenaga penata cahaya berkualitas di Indonesia, telah di terjemahkan dalam pelaksanaan Basic Lighting Worskhop ini. Berbagai reaksi yang kesemuanya adalah harapan menuju kebaikan, diungkapkan oleh para pelaku dari berbagai bidang yang secara langsung harus berurusan dengan profesi penata cahaya ini.

“Saya aja yang bukan secara langsung sebagai penata cahaya mendapatkan banyak sekali manfaat dari 2 hari workshop yang teman-teman Pecahin bikin ini. Pasti semua merasakan hal yang sama, karena di pelatihan ini bukan cuma di ajarkan tentang Tehnik Dasar Tata Cahaya, tetapi juga soal ‘rasa’. Karena di pekerjaan saya dan semua elemen pertunjukan, termasuk lighting designer, yang terpenting adalah 60% tehnis dan 40% rasa”, demikian tegas Asthie Wendra.

Asthie Wendra (Foto: Dok. Pribadi)

Asthie Wendra – Tersesat Di Jalan Yang Benar

Wanita kelahiran Bandung yang telah malang melintang berprofesi sebagai Stage Manager dan Show D di berbagai pertunjukan besar ini pun mengharapkan program-program pelatihan seperti ini dapat bergulir secara terus menerus, berjenjang, dan bukan cuma di Jakarta. Tetapi bisa di selenggarakan juga ke beberapa daerah-daerah secara berkala.

Harapan tersebut juga di amin-kan oleh Jack dari Aurora, sebuah perusahaan Rental Lighting yang berkantor pusat di Jakarta. Ia memiliki harapan yang sama tentang pelatihan-pelatihan serupa di daerah-daerah lain. “Saya mengharapkan pelatihan seperti ini bisa di lakukan di seluruh Indonesia, bisa dengan penyebaran per-wilayah saja. Supaya kedepannya semua rental di Indonesia jadi satu standard. Baik itu dari standard safety, standard kerja, dan standard lainnya. Jadi saat nanti ada ‘bule’ melihat spesialisasi kerja kita seperti ini, punya sertifikat, punya standard, kita gak akan takut bersaing lagi”.

Dapat disimpulkan tenyata memang minat dan kebutuhan pendidikan untuk Profesi Penata Cahaya ini sangat besar terutama dari daerah-daerah lain di luar Pulau Jawa. Data ini pun juga di rangkum dari reaksi peminat pada saat dimulai sesi pendaftaran beberapa waktu sebelumnya. Sherlly yang sebagai Hotline Service menceritakan saat menerima pertanyaan-pertanyaan sebelumnya, “Bahkan ada yang dari Papua menanyakan, mungkin gak kalau pelatihan ini suatu hari diselenggarakan di Papua? Selain itu ada juga dari daerah-daerah lain, Medan, Kalimantan. Dan di program pelatihan kali ini, peserta pelatihan terjauh ada dari Gorontolo”.

Registration Desk

Befy Miradj, yang berkecimpung di pelayanan Multimedia pun bersuara, “Program pelatihan seperti ini harus lebih sering di selenggarakan karena setiap saat tehnologi dari masing-masing elemen pertunjukan selalu berkembang. Mungkin saya lebih ke Multimedia, Visual dan Animasi, tapi ketika di FOH saya pasti bertemu dan harus bersinergi satu sama lain dengan Penata Suara dan juga Penata Cahaya. Jadi di sesi seperti ini saya bisa mendaptkan bayangan, oh, ternyata system kerja Penata Cahaya seperti ini, oh, ternyata ada tehnologi Tata Cahaya yang bisa mensuport hal-hal seperti ini. Jadi banyak sekali hal-hal yang saya bisa dapatkan dari sini”.

“Saya karena latar belakangnya sebagai penari, di pelatihan kali ini jadi semakin mengerti bahwa peran Tata Cahaya itu ternyata sangat berpengaruh terhadup suatu karya Seni Pertunjukan, bukan sekedar visual dan efek, tapi juga dapat mempengaruhi emosi dari ambience Tata Cahaya itu sendiri”, inilah kekaguman yang dilontarkan Irninta, salah seorang peserta yang kesehariannya sebagai instruktur tari di Sekolah Tari Namarina.

Basic Lighting Workshop yang diselenggarakan selama 2 hari ini pun di jalani dengan sangat nikmat oleh para peserta. Para Pembicara, Iskandar Loedin dan Iwan Hutapea, selain mereka-mereka adalah para praktisi yang berkompeten, juga penjabarannya sangat mudah di cerna oleh semua. Juga sang Class Master, Donie Debirkud, yang membawakan inter-sesi dengan bahasa keseharian, sehingga suasana cair dan tidak ada rasa jenuh di kelas.

Sesi Praktek Berkelompok Dari Para Peserta

Peserta tidak saja mendapatkan teori-teori tentang tehnik tata cahaya, tapi juga berkesempatan praktek langsung secara berkelompok dengan antar peserta lain.

Demo Terbuka Bagi Masyarakat Umum Di Luar Kelas

Diluar kelas-pun para peserta ataupun masyarakat umum bisa mencoba langsung beberapa tehnologi terbaru dari produk-produk yang dipamerkan di booth area oleh para distributor yang mensuport program ini. Tanggapan positif dan harapan-harapan yang di lontarkan oleh para distributor sama. Sebut saja Tommy Koo dari ASIIS, Chris dari Accoustic & Lighting System Indonesia, dan Fendi dari PBS. Mereka mengatakan, program-program seperti ini dirasa sangat mengedukasi, sangat baik untuk masyarakat dan pelaku Penata Cahaya di Indonesia, dan berharap untuk lebih sering di buat program-pragram serupa. (danny fe)

Tags
Show More

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Close
Close