Berita

GERAKAN 1000 UNTUK INDONESIA | Pekerja Acara Indonesia dan Semua Elemen Masyarakat Yang Menginginkan Indonesia Segera Pulih

Jiwa persatuan, gotong royong dan solidaritas kemanusiaan yang hakikinya ini adalah Jati Diri Bangsa Indonesia

daripanggung.comKetika bisnis kehilangan pendapatan, angka pengangguran cenderung meningkat tajam, tentu itu akan mengubah gejolak tingkat penawaran menjadi gejolak tingkat permintaan yang lebih luas bagi perekonomian. Tingkat keparahan dampak akan sangat tergantung pada durasi pembatasan pergerakan orang dan kegiatan ekonomi, serta pada skala dan seberapa efektif respons dari para otoritas-otoritas keuangan nasional.

Sungguh tragedi yang muncul akibat dari Kejadian Luar Biasa disaat ini menjadi pukulan yang teramat berat, dan bahkan kita sama-sama belum pernah merasakan kondisi ini sebelumnya. Bisa dikatakan bencana ini lebih parah dari krisis ekonomi tahun 1998, karena menjegal roda perekonomian seluruh belahan planet bumi.

Ini situasi sulit yang mendunia. Yang membuat Disney kehabisan magic-nya, Paris kehilangan romantisme-nya, New York yang hingar bingar menjadi kota yang sunyi sepi, dan Mekkah yang biasanya berdesak-desakan di datangi umat dari penjuru dunia kini menjadi kosong.

Pukulan ini-pun dirasa bagi Pekerja Acara, Seni dan Pertunjukan di Indonesia bahkan diseluruh dunia. Seperti banyak dari profesi lain yang termasuk dalam sektor informal, yang pekerjaan serta pendapatannya masuk dalam kategori harian, by project, kini mendadak berhenti total dan tanpa pendapatan.

“Ya..aku bisa merasakan kalau semua orang terkena dampak dari bencana ini. Sejak mengawali karir sebagai penyanyi di awal era 70an, bahkan ini juga dirasakan semua rekan-rekan Pekerja Acara di belakang panggung, para seniman musik dan film, aku baru melihat dan merasakan gejolak disana-sini. Dari pembatalan job, sehingga menyebabkan mereka semua kehilangan pendapatan”, demikian disampaikan Sylvia Saartje. Lady Rocker Indonesia Pertama yang akrab disapa Jipi ini kemudian menambahkan, “Walau situasi ini tidak mudah buat kita semua, ayo mari kita semangati diri kita masing-masing, agar stamina kita tetap kuat, pikiran kita tetap jernih, dan menebarkan energi kebaikan di sekeliling kita”.

Sylvia Saartje (Foto Dok. Pribadi)

Ungkapan senada juga disampaikan Fadhil Indra, pianist dan keyboardist beberapa Progressive Rock Band tanah air seperti : Discus, KJP, Montecristo, Opus’86, Magnum Opus dan banyak lainnya. “Belum pernah saya mengalami situasi yang lebih parah dari kondisi saat ini. Kalau dampak dari produktif-ekonomi bisa dikatakan saat ini tidak ada pekerjaan bermusik, tidak ada pendapatan. Begitu juga dampak dari produktif-kreasi/karya, jadi tidak ada pembeli atau media penyaluran dengan nilai barang / harga jualnya. Praktis, situasi akibat dari bencana kali ini menjadi situasi terberat pada level industrialisasi seni-budaya, dari hulu sampai ke muara”.

Fadhil Indra (Foto Dok. Pribadi)

Baginya ini menjadi lecutan, untuk lebih menjalin komunikasi, baik dengan teman lama ataupun teman-teman baru, tetap menaruh harapan untuk bisa meraih satu atau dua pencapaian yang paling relevan.

Bahkan Fadhil mengungkapkan sebuah mimpi besarnya yang berorientasi kepada sains, “Menemukan obat! Saya berharap kepada semua pihak untuk berkenan menggalang dana, menggalang opini, manggalang keilmuan di bidang farmasi untuk menciptakan senjata dan peluru yang diperlukan melawan musuh ini”.

Fadhil Indra (Foto Dok. Pribadi)

Industri Pertunjukan dapat dikatakan sebagai proyek padat karya yang melibatkan banyak pekerja, seperti lokomotif penggerak dari berbagai bidang usaha yang menyertai. Sebut saja mulai dari pengelola venue, perusahaan rental / penyewaan alat-alat pertunjukan, pengusaha catering, dan sebagainya. Kini semua itu ‘tiarap’, tanpa pekerjaan dan tanpa pendapatan.

Dewo Hadisoeprobo salah satu persona yang telah banyak makan asam garam dan kiat-kiat mengatasi masalah dari mulai persiapan dan perencanaan sampai dengan eksekusi di sebuah acara pertunjukan sejak tahun 1986, tetap saja kali ini harus bertekuk lutut dengan protokol pembatasan untuk mengantispasi penyebaran bencana yang di terapkan oleh pemerintah. Dewo yang saat ini adalah CEO dari tiketnonton.com yang membidangi Ticketing Management dan juga SGS-Impresario yang mengurus Jasa Impresariat mengatakan, “Bisnis yang saya lakoni ini bisa di bilang sebagai Front Liner-nya sebuah acara pertunjukan atau konser, baik itu konser artis internasional ataupun artis nasional. Saat penyelenggara sudah deal dengan artis dan venue juga sudah ditetapkan, semua yang berbau perijinan harus dibereskan. Baik itu impresariat, ijin keramaian, ijin PTSP, segala yang berhubungan dengan perpajakan, ticketing management, dan lain-lain, dan itu idealnya sudah digulirkan dari 6 (enam) bulan sebelumnya atau paling lambat 3 (tiga) bulan sebelumnya. Dan dengan bencana yang terjadi saat ini, bisa dibayangkan berapa ratus jadwal kegiatan/acara yang dibatalkan, berapa banyak bidang bisnis lain yamg terlibat dan juga para crew event yang notebane adalah pekerja harian harus kehilangan pendapatan?”.

Dewo Hadisoeprobo (Foto Dok. Pribadi)

Strategi dan perencanaan siapapun juga kali ini di uji, bukan saja sebagai pebisnis tapi juga sebagai umat manusia yang memiliki akal pikiran dan tentunya keimanan.

Dewo yang menerima ini semua dengan berlapang dada kembali menambahkan, “Dengan kejadian seperti ini, kita bisa apa? Kali ini Tuhan sedang menunjukan kalau kita bukan apa-apa, lagi pula yang terdampak bukan satu atau dua bidang usaha, bukan cuma kita. Semua usaha, di belahan bumi manapun terpuruk. Lebih baik kita bersabar dan terus berusaha untuk berbuat baik melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi sesama, dan terus berdoa semoga ini semua cepat berlalu”.

Rebecca Reijman (Credits Photo : Aguztinuzz)

Di tengah kegelisahan banyak pihak dengan situasi ini, masih ada banyak sisi positif dari pergerakan kreatifitas para seniman musik tanah air. Rebbeca Reijman salah satunya, yang justru merilis single bertajuk ‘Istimewa’ pada tanggal 13 April 2020 kemarin. Ia-pun menyampaikan apa yang ia yakini dan kenapa berani merilis single di tengah situasi bencana ini, “Aku sadar ketika harus melempar materi ini ke pasar, pasti terbentur dengan strategi promo, susah untuk perform di Radio, TV dan kegiatan offair lainnya. Jadi kita harus lebih aktif memanfaatkan digital promotion melalui sosmed dan lain-lain, dan yang lebih penting aku berharap materi lagu ini bisa menginspirasi banyak pihak, membangun keyakinan kepada semua bahwa masih banyak yang hal-hal dan orang-orang yang istimewa di sekeliling kita”.  Penyanyi cantik kelahiran Den Haag 35 tahun silam ini memang terkenal memiliki jiwa sosial yang tinggi, di saat seperti ini dengan sigap dan ringan tangan ia bantu dulu lingkungannya, tetangga-tetangga sekitar rumahnya di bilangan Jagakarsa.

Tren digitalisasi perform di industri musik ini-pun di pantau oleh seorang rekan media. Fransiscus Eko seorang jurnalis musik dan hiburan yang aktif dengan pergerakan band dan musisi Indie di tanah air menyampaikan, “Jadi pada kenyataannya dapat dikatakan kreatifitas itu tidak bisa berhenti dan tidak dapat dipatahkan walau situasi seperti apapun. Mungkin dengan trend-nya pada saat ini yang bergeser menjadi ‘virtual show’ otomatis banyak pekerjaan dan biaya yang terpangkas, biaya produksi panggung, sistem penjualan tiket, dan termasuk honor si artis tentunya. Tapi patut diacungi jempol untuk para musisi ini, mereka tetap bisa berkarya, tetap bersemangat untuk ambil bagian dan bisa berbagi melakukan sesuatu yang berarti bagi pihak-pihak yang membutuhkan”.

Fransiscus Eko (Foto Dok. Pribadi)

Atas dasar semangat yang seiring sejalan tersebutlah, tanpa berpikir dua kali Eko langsung bersedia ketika diajak begabung oleh Harry ‘Koko’ Santoso untuk menjadi Koordinator Media di “GERAKAN 1000 UNTUK INDONESIA (GSUI)”.

Harry ‘Koko’ Santoso (Foto Dok. Pribadi)

Pria bersahaja yang akrab di panggil Mas Koko yang kesehariannya adalah CEO Deteksi Production ini memang dikenal sebagai sosok kreatif dan inofatif yang telah membidani banyak pertunjukan berskala nasional dan internasional di Indonesia, tergerak untuk melakukan sesuatu dengan semangat kebangsaan dan keinginan untuk memulihkan Ibu Pertiwi.

GERAKAN 1000 UNTUK INDONESIA

Di awal bulan April 2020 kemarin, Koko bersama dengan Muhanto Hatta, Kris Tjantra, Carl Ideas, mulai menginisiasi terbentuknya GSUI.

Gerakan yang dibentuk atas dasar keprihatinan akan banyak munculnya ‘pekerjaan baru’ untuk melawan dan menantisipasi penyebaran bencana ini, seperti melengkapi kebutuhan tim medis, memberi bantuan serta dukungan kepada pihak-pihak yang terdampak bencana ini, dan masih banyak bentuk lannya. Dan ini semua harus dilakukan serentak, cepat, tepat, dan juga membutuhkan biaya yang tidak sedikit.

Muhanto Hatta (Foto Dok. Pribadi)

Muhanto Hatta, salah satu pendiri GSUI ini mengatakan, “Di tahap awal ini kita akan mendistribusikan ekstrak desinfektan ke 250 kelurahan dan juga 1000 paket sembako kepada masyarakat yang membutuhkan”.

Distribusi Sembako (Foto Dok. GSUI)
Distribusi Sembako (Foto Dok. GSUI)

Baru beberapa minggu setelah dicatatkan legalitasnya pada Akta Notaris Perkumpulan Gerakan 1000 Untuk Indonesia, Nomor 66 Tertanggal 31 Maret 2020 a.n. Notaris RA Mahyasari A. Notonagoro SH, sudah banyak sekali antusias serta dukungan dari berbagai lapisan masyarakat dan profesi. Bukan saja dari para Pekerja Acara, Seni dan Hiburan, tapi juga dari beberapa komunitas Bikers dan Otomotif.

GSUI menerima donasi dan partisipasi dari masyarakat luas melalui rekening :

Bank BNI No. Rek 320.420.520.2 an. Gerakan 1000 Untuk Indonesia.

Atau jika ada yang ingin berpartisipasi dalam bentuk paket sembako bisa di kirimkan ke posko Gerakan 1000 Untuk Indonesia di alamat :

Jl. Kerinci VIII No. 28 Mayestik – Jakarta Selatan.

Dan bagi masyarakat luas yang ingin memiliki merchandise GSUI sambil berdonasi, bisa mengungjungi https://www.tokome.id/1000untukindonesia

Muhanto Hatta sekali lagi mengingatkan bahwa GSUI merupakan wujud perjuangan dalam satu jiwa yang sama yakni jiwa persatuan, gotong royong & solidaritas kemanusiaan yang hakikinya ini adalah jati diri bangsa Indonesia.

Ini semua di wujud nyatakan oleh rekan-rekan relawan yang tergabung dalam bentuk pemikiran, waktu dan sebagainya.

Seperti pasangan rockmantis dan rock ‘n roll Rina Darsa dan Inyonk, suami istri penggiat beberapa komunitas The Rolling Stones di Indonesia, yang sempat dinobatkan sebagai Tokoh Senior di Tribute The Rolling Stones pada November 2016 lalu, selalu seiring sejalan berangkat dari rumah untuk mendistribusikan paket sembako ataupun ekstrak desinfektan kepada pihak-pihak yang membutuhkan.

Inyonk & Rina Darsa
Distribusi Ekstrak Desinfektan (Foto Dok. GSUI)
Distribusi Ekstrak Desinfektan (Foto Dok. GSUI)

“Di GSUI ini ada rasa kemanusiaan dan kepedulian kepada saudara-saudara kita yang sedang cemas dengan kondisi akibat bencana ini”, tutur Inyonk yang juga adalah penggebuk drum di band D’Bonanza Stones (DBOS). Dan sang istri, Rina Darsa pun menimpali, “Dengan dasar kemanusiaan dan kepedulian terhadap sesama, karena diluar sana masih banyak saudara-saudara kita yang membutuhkan”.

Reaksi masyarakat luas serta dukungan bagi GSUI juga berdatangan dari belahan negara lain. Intan Zari, wanita asal Jogja yang telah menetap di Eindhoven – Belanda sejak tahun 2002 misalnya, “Saya sangat ingin berbuat sesuatu untuk tanah air yang saat ini sedang bersedih, kebetulan saya melihat GSUI ini gerakan yang universal dan tidak bertendensi dengan kepentingan apapun. Lagi pula profesi saya saat ini sebagai Manager dari Asep Stone memang sejalan dengan ajakan dari Mas Koko, yang saya tahu kontribusinya di dunia musik pertunjukan sangat luar biasa”.

Intan Zari (Foto Dok. Pribadi)

Memang visi misi GSUI untuk lebih dikenal oleh masyarakat dan pengaplikasiannya menjadi lebih tepat sasaran, perlu dikemas dengan program komunikasi yang kreatif dan berkesinambungan. Dengan mengkondisikan protokol pembatasan yang mengharuskan segala kegiatan di kerjakan dari tempat masing-masing, GSUI secara berkala setiap minggunya akan Live Streaming yang dapat diakses di https://hddn.pub/1000untukindonesia seperti pada episode perdananya yang telah broadcast di tanggal 25 April 2020 kemarin.

Broadcaster Team  (Muhanto Hatta, Harry ‘Koko’ Santoso, Jefrie, David Naja, Charlie, Ideas Bayu) Menjelang Live Streaming Episode I (Foto Dok. GSUI)

Dalam kesempatan tersebut banyak terjadi dialog dari berbagai lapisan, berbagai profesi, dan juga Virtual Jaming dari rekan-rekan musisi dan penyanyai yang melakukan act dari rumah masing-masing yang berjarak sangat jauh satu sama lainnya. Sebut saja Sylvia Saartje berada di Malang yang mengisi Vocal 1, dan Vocal 2 ada Rebbeca Reijman berada di Jakarta. Pada Bass Guitar di isi oleh Sinung yang berada di Magelang. Pada Drum ada Endy di Jogja. Dua nama terakhir adalah musisi-musisi keren yang sering berkolaborasi dengan beberapa nama besar musisi tanah air, salah satunya Sawung Jabo.

Dan yang mengesankan dengan pemanfaatan tehnologi kekinian ini adalah posisi Lead Guitar yang di percayakan kepada Asep Stone yang berada di Zurich.

Asep Stone (Foto Dok. Pribadi)

Asep Stone yang kini mendunia sebagai Impersonator-nya Jimi Hendrix, seperti yang di tegaskan oleh Noel Redding, “Asep Stone.. the closest thing to Hendrix”. Almarhum Noel adalah pemain bass Jimi Hendrix Experience yang sempat bermain bersama Asep dalam satu kesempatan lelang memorabilia Hendrix di London beberapa tahun silam.

Sepertinya perjalanan Asep sampai dengan saat ini adalah buah dari perjuangan keras dan cita-cita nya sejak awal hijrah meninggalkan Indonesia di tahun 1993, seperti apa yang dikenangkan Asep, “Ahh, masa orang bule aja yang main rock ‘n roll? Terpikir, sekalian aja aku rock ‘n roll kan itu bule-nya di negara mereka”. Bahkan dalam misi me-rock ‘n roll-kan bule-bule itu, Asep berkesempatan belajar gitar langsung dengan Eddie Van Halen. Mungkin ini juga menjadi impian dari banyak gitaris dimanapun juga. Sampai pada akhirnya Asep memutuskan untuk menetap di Zurich, dan rupanya perjalanan menjelajah Eropa tidak membuat Asep kehilangan hati dengan negara kelahirannya. “Indonesia is my heart, Indonesia adalah negaraku yang paling indah di dunia” tegas Asep menutup kisahnya yang dari kesemuanya tergambar betapa ia tetap mencintai Indonesia.

Dan tentunya, bagi semua di GSUI dan juga masyarakat Indonesia dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote, mari kita bersatu meningkatkan kebersamaan, semangat kebangsaan supaya Ibu Pertiwi yang kita cintai ini kembali pulih, dan semua roda kehidupan dapat berjalan dengan semestinya. (danny fe)

Tags
Show More

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Close
Close