Tokoh

BAKKAR WIBOWO | Pengasong Festival Musik

Mengasong Festival Musik Untuk Menguatkan Ekonomi Daerah

daripanggung.com – Arkian orang besar diciptakan oleh dirinya sendiri. The great man created by him self. Demikian halnya dengan Bakkar Wibowo. Sebagai persona yang “tumpah” dan “basah” di komunitas, berbagai event festival musik telah dikreasinya.

Untuk merancang, mewujudkan, dan menyajikan sebuah festival musik yang bagus, laras dan dikenang, semua orang maklum, bukan pekerjaan sepele. Banyak tahapan yang harus dilalui, disiasati, dan disinergikan. Berbagai kesialan juga harus dilewati, diakrabi dan dimaknai.

Wis wareglah“ katanya saat merilis event Balkonjazz 2019 di Balkondes Borobudur, Magelang, Jum’at (13/9) petang.

Bakkar Wibowo – Direktur dan Inisiator Balkonjazz 2019 (Foto Doc. BB)

Wis wareg atau sudah kenyang yang dimaksud Bakkar Wibowo artinya berbagai aral, onak, tikungan, dakian juga turunan yang menjerembabkan telah ia rasakan semua. Dan itu semua tidak seketika membuatnya jerih, gentar juga lekang.

Karena ayah satu putra ini sangat sadar sekali dengan makna: bukan berapa kali seseorang jatuh dan tumbang. Tapi seberapa kuat seseorang untuk tetap ndablek, dan terus bangkit, lalu bangun dari kejatuhannya. Tidak penting lagi berapa kali seseorang itu pernah tepar. Pokoknya terus bangun, untuk kemudian kembali mengeja hari, membaca nasib, sebelum memaknai kehidupan. Hingga pada akhirnya kembali berkelahi dengan keadaan. Begitu seterusnya. Sampai nanti. Sampai mampus.

Ihwal perkelahian yang tentunya lebih banyak terjadi pada saat Bakkar melawan dirinya sendiri itulah, yang akhirnya membuatnya pelan dan pasti membuat personanya seperti saat ini. Supel, santai, nastiti, atiati, pinter, ora gumunan, membiasa dan asyik. Serta ini yang paling utama: tidak memposisikan dirinya seperti gelas penuh!

Turunannya, Bakkar menjadi sosok yang dekat serta tak berjarak dengan kawan kerja, juga lawan diskusi. Oleh karenanya, dia bisa masuk ke mana saja, dan minggle dengan siapa saja. Tanpa terkecuali.

Anda tahu, kita semua tahu. Banyak orang hebat yang ambruk dan hancur karena dirinya sendiri, lantaran kemaki (berlagu) memposisikan dirinya sebagai gelas penuh. Penuh oleh ilmu, penuh oleh pengalaman, penuh oleh perkawanan, penuh oleh jaringan dan penuh oleh ridlo Tuhan, barangkali. Sehingga, saking penuhnya dirinya, seolah-olah tidak membutuhkan orang lain lagi, kecuali dirinya sendiri. Karena merasa sudah penuh dan hebat. Sudah purna. Sempurna.

Bakkar bukan tipe yang itu. Sungguh. Dia bukan tipe yang mendominasi pembicaraan, apalagi sok menguasai persoalan, berpura-pura tahu banyak hal, juga sok kenal dengan berbilang orangorang terpandang.

Dia biasa saja. Seperti kebanyakan temanteman sepermainan kita, juga kawankawan sepernakalan kita. Yang sesekali dekat dan akrab dengan kecerobohan. Biasa saja. Dan dia bisa membiasakan diri dengan kesuksesan yang diamdiam telah diraihnya. Tanpa harus menjadi kemaki. Dia juga tetap tidak mudah umuk apalagi ngamuk, kalau ada sesuatu yang tidak sejalan dengan keinginannya, perencanaannya.

Buktinya, hampir di banyak festival musik yang ikut diinisiasinya, sudah tak berbilang kesengkarutan permasalahan dihadapinya. Sebelum akhirnya berhasil diatasinya, diselesaikannya. Jangan tanyakan berapa banyak persoalan perijinan yang telah dilewatinya, juga negosiasi sponsorship yang melelahkan, serta menjengkelkan dilaluinya. Dan persoalan pemanggungan di hari H yang sangat tricky penyiasatannya, sukses ditekuknya.

Maaf, sebutkan semua persoalan teknis dan non teknis ihwal penyelenggaraan pementasan konser musik yang belum pernah dihadapinya. Dari bermusyawarah dengan preman kota, sampai bernegosiasi dengan dukun hujan, demi memindahkan curah hujan telah dilaluinya. Apalagi bermusyawarah dengan aparat keamanan. Katam. Sampai mengkurasi artis musik, diladeninya.

Dari festival musik pop, rock, jazz hingga shympony telah dihelatnya. Termasuk yang terkini, event unik Balkonjazz di Balkondes Tuksongo, Kecamatan Borobudur, Magelang, pada Sabtu (14/9) sore hingga tengah malam. Sebuah event jazz yang digelar di Balai Ekonomi Desa binaan BUMN di desa Tuksongo. Desa sentra tembakau.

Ya, konser jazz dengan latar belakang hamparan ladang tembakau. Dengan latar depan perbukitan Menoreh yang sohor itu. Perbukitan di mana Pangeran Diponegoro diburu pasukan kolonial Belanda, pada satu masa. Di desa yang letaknya sepelemparan batu dengan Candi Budha terbesar di dunia, Candi Borobudur. Desa yang pada sebuah masa masuk zona merah, alias desa miskin.

Meski telah ada lebih dulu Jazz Gunung, event jazz di panggung terbuka di Java Banana Bromo Lodge, di Desa Wonotoro, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo, Balkonjazz tetap mempunyai nilai yang tidak kalah apiknya.

Karena melibatkan banyak UMKM lokal dengan membangun pasar Balkondes, dengan harapan turut membangun kekuatan ekonomi desa. Dari hasil perniagaan akibat kehadiran ribuan penonton musik jazz ke desa Tuksongo, tempat ajang Balkonjazz dihelat.

Pada event ini, tampil nama sahaja dan benderang dalam peta musik Indonesia modern. Dari Yura Yunita, Rio Febrian, Payung Teduh, Dialog Dini Hari, Langit Sore, Tashoora, Nosstress dan Frau.

Yura on Stage Balkonjazz 2019 (Foto Doc. BB)

Sembari menikmati dan mengasup musik yang liriknya berkedalaman, dan musiknya menenggelamkan. Seperti liriklirik dan lagu Frau juga Nosstress, ada Pasar Balkon di sana. Yang merupakan ajang dimana masyarakat yang hidup di sekitaran Balkondes menunjukan potensi yang mereka miliki terhadap khalayak luas. Dengan meniagakan produk pertanian, produk makanan lokal, kerajinan tangan dan produk kreatif lainnya. Menjadi pengusaha sekecil apapun levelnya.

Bakkar Wibowo adalah Koentji?

Tidak itu saja. Sebagai penghayat kesenian dan pelestari kebudayaan, Bakkar di Balkonjazz 2019, juga menyusupkan unsur kesenian. Dengan melibatkan seniman multi media Ari Wulu, sebagai Creative Director Balkonjazz Festival 2019.

Ari Wulu dengn jiwa kesenimannya, merespon sesuatu atau nilai kehidupan yang selama ini ada dan dipegang erat oleh masyarakat desa selama ratusan tahun, kemudian diinterpretasikan dalam bentuk artistik. Menjadi bernilai seni, dan memperdalam makna festival musik.

Dari event ini kita tahu, Bakkar paling tidak, mempunyai kemampuan bekerjasama dengan amtenar, pihak keamanan selaku pemberi ijin, preman, dukun hujan, artis musik, seniman, hingga wartawan. Berkenaan dengan pemberitaan lalu lintas event yang digelarnya.

Berbekal pengalaman dan kematangan mengonsep festival musik, sekaligus memberdayakan masyarat sekitar tempat festival musik dihelat itulah, suami Dian Fikriani ini, ingin mengasongkan konsep Balkonjazz-nya. Caranya, dengan mengelilingkan Balkonjazz ke seluruh wilayah Indonesia. Hingga ke Danau Toba, sampai Mandalika. Atau lokaloka bersejarah di seluruh wilayah Indonesia.

“Karena dari musik, kekuatan ekonomi suatu daerah bisa dibangunkan dan diberdayakan, ” kata Bakkar Wibowo meyakinkan. Apakah benar demikian? Mungkin Bakkar sedang membual? Biarkan waktu yang membuktikan. Toh waktu telah menjelaskan dengan benderang, kerja kreatif Bakkar berhasil menyenangkan ribuan penikmat festival musiknya. Sekaligus membangunkan kegairahan ekonomi lokal. (benny benke)

Tags
Show More

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Close
Close